Kebijakan baru penggunaan aplikasi MyPertamina untuk mendapatkan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis pertalite dan solar, dinilai menyulitkan masyarakat.
anggota Komisi VII DPR RI Rofik Hananto. (Biro Pemberitaan DPR RI)
“Sistem penggunaan aplikasi MyPertamina untuk pembelian Pertalite dan solar menurut saya kurang tepat,” kata anggota Komisi VII DPR RI Rofik Hananto di Jakarta, Sabtu (2/7).
Menurutnya, penggunaan aplikasi itu justru menambah keribetan rakyat dalam memperoleh haknya. Walau kebijakan itu adalah untuk mengatur distribusi BBM bersubsidi agar tepat sasaran. akan tetapi tujuannya belum jelas.
Sebagaimana diketahui, Pertamina Patra Niaga mulai Jumat (1/7) memberlakukan cara baru pembelian Pertalite dan solar menggunakan aplikasi MyPertamina. Dikatakan, siapa saja yang bisa mendaftar di sistem MyPertamina, apa kriterianya dan bagaimana Pertamina tahu yang mendaftar adalah mereka yang berhak.
“Apakah ada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang menjadi pembandingnya? Sementara, data yang disajikan DTKS tidak akurat. Jadi, tanpa ada kriteria yang jelas, siapapun bisa mendaftar di MyPertamina, termasuk orang kaya yang tidak berhak,” ujarnya.
Dia menambahkan, era teknologi sekarang ini harusnya membuat semua serba simple. Namun sayangnya malah dibuat ribet. Sementara itu, hari pertama pendaftaran MyPertamina dibuka pada 1 Juli, laman https: //subsiditepat.mypertamina.id/ tidak dapat diakses.
“Berbagai kritik dilayangkan oleh netizen di media sosial. Selain itu, banyak yang menyesalkan dengan kondisi hari pertama pembelian BBM dengan aplikasi MyPertamina,” tandasnya.
Antara lain error pada aplikasi, kontroversi penggunaan ponsel sebagai sarana pembayaran di SPBU, pembayaran lewat aplikasi yang hanya tertaut pada LinkAja, hingga aplikasi tersebut yang mendapat review kurang memuaskan di Playstore dan App Store.
“Bahkan, MyPertamina menjadi salah satu topik paling trending, dengan 10,5 ribu cuitan,” sesalnya.