Tren politik Islam diprediksi akan terus naik pada Pemilihan Umum 2024. Namun demikian, naiknya tren politik Islam tidak secara otomatis membuat pemilih mencoblos partai politik Islam.
Diskusi politik Forum Komunikasi-Generasi Muda NU (FK-GMNU) bertema Partai Politik Nasional-Agamis dalam Perubahan Politik Indonesia 2024 di Jakarta, Sabtu (2/7). (Dok. FK-GMNU)
“Tentu pemilih akan lebih mencari sosok atau figur yang memiliki latar belakang Islam yang kuat dulu, baru kemudian memilih yang lain,” kata Ketua DPP Partai NasDem Effendi Coirie dalam diskusi politik Forum Komunikasi-Generasi Muda NU (FK-GMNU) bertema Partai Politik Nasional-Agamis dalam Perubahan Politik Indonesia 2024 di Jakarta, Sabtu (2/7).
Menurutnya, fenomena tren politik Islam menguat juga karena faktor pengaruh global. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan juga menjadi inspirasi yang penting bagi dunia Islam.
“Sosok Erdogan saat ini memimpin negara Turki sekuler yang berpenduduk mayoritas muslim dan kini mengarah menjadi negara nasionalis Turki dengan semangat keislaman. Yang terjadi di Indonesia juga demikian,” ujarnya.
Dia menambahkan, indikasi politik Islam menguat ditandai dengan semakin banyaknya sekolah-sekolah Islam modern alias boarding-boarding school. Mereka bukan hanya meningkatkan pemahaman keislaman tapi juga kesadaran politik.
“Saat ini ada fenomena kaum muslim untuk semangat berhijrah. Dari kalangan yang awalnya masa bodoh terhadap Islam, sekarang mulai mempelajari Islam, memanggil guru-guru agama, ada yang belajar lewat Youtube, Facebook, Google, Twitter dan media sosial lainnya,” tandasnya.
Selain itu juga makin banyak umat Islam Indonesia yang menyekolahkan anak-anaknya ke pendidikan Islam. Dengan kesadaran politik Islam ini, pria yang biasa disapa Gus Choi itu mengatakan, umat Islam makin mendambakan hadirnya figur-figur pemimpin yang merepresentasikan diri dan sekaligus cermin dari ketakwaan terhadap agama.
“Tentu saja pemimpin yang ada di legislatif, yudikatif dan eksekuti yang memiliki dimensi ke Islam dan kebangsaan yang kuat, sesuai dengan 4 Pilar kebangsaan, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945,” tegasnya
Islamophobia
Gus Choi menambahkan, Presiden Erdogan juga membasmi Islamophobia di Turki. Oleh karena itu, maka Indonesia yang mayoritas muslim tidak boleh kena penyakit Islamophobia.
“Apalagi di Amerika kini telah lahir UU Anti Islamophobia. Islam politik yang benar bukan menakutkan dan menghacurkan agama lain atau negara, sebaliknya harus menjadi penguat negara, pendamai dan pemersatu bangsa,” tuturnya
Namun, dia, tidak secara tegas mengatakan bahwa perolehan suara parpol Islam bakal naik pada Pemilu 2024. Hal itu karena hingga beberapa kali pemilu berlangsung, parpol Islam belum pernah menggungguli parpol nasionalis.
“Jumlah kursi di DPR tetap didominasi partai nasionalis,” imbuhnya. Sedangkan dosen FISIP Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Ivan Aulia Ahsan menilai, tidak akan terjadi peningkatan suara yang signifikan terhadap parpol Islam pada Pemilu 2024.
Hal itu karena parpol Islam sudah memiliki captive market sendiri-sendiri. Hal itu membuat perolehan suaranya segitu-segitu saja dari dulu. Namun dia tidak menyebut parpol Islam mana yang akan mengalami kenaikan dan penurunan suara pada Pemilu 2024.
Sedangkan mantan Ketua Umum PB PMII Hery Haryanto Azumi mengatakan, pertarungan politik pada Pemilu 2024 tentu akan lebih seru. Karena saat ini, parpol-parpol - termasuk parpol Islam - terus saling menjajaki.