Seluruh elemen bangsa sudah seharusnya mendukung dan berjuang mengembalikan kedaulatan rakyat.
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. (Bagian Pemberitaan dan Media DPD RI)
“Perjuangan mengembalikan kedaulatan rakyat dalam terminologi Islam bersifat fardu ain, bukan fardu kifayah. Dan kedaulatan rakyat harus dijamin dan dilindungi oleh konstitusi,” kata Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dalam saat diskusi publik bertema yang bertema Oligarki, Demokrasi dan Konstitusi di Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (28/6).
Menurutnya, kedaulatan rakyat semakin hilang dan terkikis karena ada persoalan serius di dalam konstitusi. Hal itu karena bangsa ini telah meninggalkan sistem demokrasi perwakilan sebagaimana didesain para pendiri bangsa.
“Kita telah meninggalkan Pancasila sebagai grondslag negara ini. Puncaknya terjadi saat kita melakukan amandemen konstitusi secara ugal-ugalan pada tahun 1999 hingga 2002,” ujarnya.
Dikatakan, sejak saat itu bangsa tercerabut dari akar sejarahnya. Falsafah Pancasila dalam sistem demokrasi Indonesia diganti dengan demokrasi ala Barat.
“Begitu pula dengan peraturan perundangan-undangan. Dimana sejak amandemen tersebut banyak melahirkan peraturan perundangan yang menyumbang ketidakadilan dan kemiskinan structural,” tandasnya.
Hal itu pula yang ditemukan LaNyalla selama berkeliling ke 34 provinsi dan lebih dari 300 kabupaten/kota. Dia menganggap, Indonesia telah meninggalkan mazhab ekonomi pemerataan.
“Kita juga telah meninggalkan demokrasi Pancasila. Yang mana dicirikan dengan prinsip keterwakilan semua elemen bangsa sebagai pemilik kedaulatan negara ini,” tegasnya.
Sejak amandemen konstitusi, tak ada lagi ruang partisipasi elemen non-partisan untuk menentukan arah perjalanan bangsa ini. Perjalanan bangsa diserahkan ke partai politik sebagai penentu tunggal.
“Negara ini akhirnya dibajak oleh bertemunya oligarki ekonomi dengan oligarki politik. Mereka menyandera kekuasaan agar negara tunduk dalam kendali mereka,” tukasnya.