Pemerintah didorong untuk membentuk Komisi Perdagangan Komoditas Indonesia. Lembaga independen itu nantinya yang bertanggung jawab terhadap persoalan produksi dan perdagangan komoditas strategis.
Wakil Ketua DPD RI Sultan B. Najamudin. (Bagian Pemberitaan dan Media DPD RI)
“Sebab, gejolak harga komoditas strategis merugikan petani dan konsumen. Khususnya di tengah konstelasi geopolitik dan dampak pemanasan global,” kata Wakil Ketua DPD RI Sultan B. Najamudin di Jakarta, Jumat (24/6).
Kondisi tersebut juga diperburuk oleh mekanisme pasar yang cenderung tidak terkontrol oleh negara. Dia juga mengaku sangat prihatin dengan terkoreksinya harga tandan buah segar (TBS) sawit dan masih tingginya harga minyak goreng.
“Yang mana sangat dirasakan dampaknya oleh petani dan konsumen minyak goreng saat ini. Dolusi atas persoalan ketersediaan dan harga komoditas strategis, tidak cukup dilakukan dengan pendekatan kebijakan yang sifatnya parsial dan temporal,” ujarnya.
Sehingga dibutuhkan sebuah lembaga independen yang secara komprehensif dan terpadu. Kemudian bertanggungjawab untuk memastikan semua urusan komoditas strategis dikelola secara profesional dan jauh dari intervensi pasar.
“Dalam konteks manajemen perdagangan komoditas, Indonesia secara resmi belum memiliki lembaga perdagangan komoditas. Padahal banyak berkontribusi terhadap ekonomi di negara-negara yang mengandalkan ekspor komoditas,” tandasnya.
Sementara Australia dan Selandia Baru, lembaga ini tidak hanya menjadi pengawas persaingan usaha. Akan tetapi juga menjadi promotor dan penegak hukum bagi pelaku pasar yang merugikan petani dan konsumen.
“Bahkan terhadap para mafia pangan dan komoditas, seperti yang banyak terjadi di Indonesia saat ini. Komisi perdagangan juga berfungsi sebagai data senter luasan lahan, supply and demand,” tegasnya.
Hingga pengontrol distribusi komoditas baik secara lokal maupun internasional. Termasuk bertanggungjawab menentukan Indeks Harga Komoditas (IHK), yang sangat dibutuhkan oleh para petani sebagai jaminan harga.
“Manajemen produksi dan pengawasan perdagangan komoditas Indonesia saat ini masih dilakukan secara parsial oleh banyak lembaga. Akibatnya terdapat perbedaan data hingga solusi dan pastinya munculnya ego sektoral antar Lembaga,” sesalnya.
Oleh karena itu, dia mendorong agar lembaga-lembaga terkait dimerger menjadi sebuah lembaga baru yang sifatnya lebih holistik, terintegrasi dan independen. Komisi perdagangan komoditas sangat relevan dan sangat dibutuhkan di era perdagangan bebas yang rentan terhadap volatilitas harga dan ketersediaan komoditas dan bahan pangan seperti sekarang ini.