Usulan cuti melahirkan enam bulan dalam Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA), dinilai sebagai bentuk apresiasi terhadap para perempuan di Indonesia.
Anggota Komisi IX DPR RI Arzeti Bilbina. (Biro Pemberitaan DPR RI)
“Terutama, dalam rangka memberi kesempatan para ibu untuk dapat mendidik dan merawat sang bayi secara maksimal,” kata anggota Komisi IX DPR RI Arzeti Bilbina di Jakarta, Jumat (24/6).
Usulan tersebut dilontarkan oleh Ketua DPR RI Puan Maharani, yang kemudian menjadi perhatian di ruang publik. Menurut Puan, klausul cuti melahirkan enam bulan dalam RUU KIA diharapkan dapat memaksimalkan tumbuh kembang anak pasca lahir.
“Sehingga permasalahan seperti stunting dapat dihindari,” ujar Puan dalam berbagai kesempatan. Dia juga menyatakan komitmennya mendorong RUU KIA rampung pada tahun ini.
“RUU KIA sudah masuk dalam prolegnas prioritas Tahun 2022,” tandasnya. Arzeti menambahkan, dirinya sangat menghargai apresiasi kepada perempuan melahirkan dalam RUU KIA.
“Sebab diberikan kesempatan untuk bisa mendidik, merawat dan memberikan ASI ekslusif untuk waktu cuti selama enam bulan. Saya berharap, dengan jangka waktu itu dapat mencetak generasi masa depan dengan tumbuh kembang yang baik,” tandasnya.
Keleluasaan
Artinya, kata dia, generasi ke depan adalah generasi emas. Dimana di awal tumbuh kembangnya, pemerintah sudah sangat memberikan keleluasaan total untuk merawat.
“Permasalahan stunting yang terjadi di Indonesia lambat laun akan berkurang jumlahnya. Khususnya bila tumbuh kembang dan gizi dapat terpenuhi dengan baik,” tegas politikus Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Dia menegaskan, permasalahan yang terjadi terhadap anak-anak kita kemarin, karena kurangnya waktu bagi ibunya untuk memberikan hal terbaik. Dimana momen emasnya adalah di saat kelahiran.
“Dengan regulasi baik yang sudah pemerintah lakukan adalah untuk menghadirkan generasi baik. Sehingga akan segera dirasakan untuk masa depan,” tukasnya.
Adapun RUU KIA menitikberatkan pada masa pertumbuhan emas anak atau golden age yang merupakan periode krusial tumbuh kembang anak, kerap dikaitkan dengan 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). Dimana hal itu sebagai penentu masa depan anak.