Pelantikan Menteri Hidupkan Wacana Tiga Periode dalam Bentuk Baru?

Pelantikan menteri Kabinet Indonesia Maju dinilai sebagai upaya konsolidasi partai politik (parpol) pro Presiden Joko Widodo.

Pelantikan Menteri Hidupkan Wacana Tiga Periode dalam Bentuk Baru?

Ketua Bidang Kebijakan Publik Partai Gelombang Rakyat Indonesia Achmad Nur Hidayat dalam keterangan tertulisnya, Jumat (17/6). (Gelora Media Center)

Wowsiap.com - Pelantikan menteri Kabinet Indonesia Maju dinilai sebagai upaya konsolidasi partai politik (parpol) pro Presiden Joko Widodo. Yakni untuk menghidupkan kembali wacana presiden tiga periode dalam bentuk baru. 

“Isu tiga periode belum benar-benar berakhir. Di lapangan terlihat Relawan Projo masih berbagi-bagi kaos Jokowi 3 Periode,” kata Ketua Bidang Kebijakan Publik Partai Gelombang Rakyat Indonesia Achmad Nur Hidayat dalam keterangan tertulisnya, Jumat (17/6).

Menurutnya, publik juga mempertanyakan untuk apa Presiden Jokowi harus melakukan reshuffle kabinet di dua tahun akhir masa pemerintahannya. Utamanya jika bukan untuk melakukan konsolidasi dengan parpol koalisi jelang Pemilu 2024.

“Apalagi sehari sebelum digelar pelantikan menteri baru, sejumlah ketua umum parpol pro pemerintah dikumpulkan Jokowi di Istana Negara untuk makan siang. Publik dapat melihat ini ada makna lain yang tampak pada acara tersebut,” ujarnya.

Dimana ada kehadiran sejumlah tokoh ke Istana pada hari sebelum pelantikan menteri baru. Termasuk ketika prosesi makan siang hingga gestur keakraban, saat Presiden dan para tokoh politik berjalan menuju ruang pelantikan menteri dan wakil menteri baru.

“Karena itu, Partai Gelora menilai reshuffle kabinet yang baru, memiliki orientasi untuk konsolidasi politik menjelang Pemilu 2024. Sehingga kapasitas menteri penggantipun tidak dilihat Jokowi,” tandasnya.

Hal itu karena hanya sekedar untuk mengakomodasi kepentingan partai koalisi yang belum mendapatkan jabatan di kabinet. Hal itu menyebabkan banyak masyarakat yang kecewa.

“Karena menteri-menteri pengganti kapasitasnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dengan resminya PAN mendapat kursi menteri di kabinet, maka tinggal Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Demokrat yang berada di luar pemerintahan,” tegasnya.

Koalisi
Sementara, koalisi pro pemerintah menjadi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Nasdem, Partai Amanat Nasional dan Partai Persatuan Pembangunan. 

“Jadi jika melihat angka perhitungan suara untuk kursi DPR pada Pemilu 2019, maka koalisi PKS dan Demokrat hanya mencapai angka kurang dari 18 persen. Sehingga tidak bisa mencalonkan presiden,” jelasnya.

Dia memprediksi, nantinya hanya ada dua pasangan calon presiden (capres) dan calon wakll presiden (cawapres) di Pilpres 2024.  Dua capres tersebut, berasal dari koalisi PDIP dan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang dimotori Partai Golkar, PAN dan PPP.

“Tapi jika tokoh-tokoh partai yang hadir di acara reshuffle kabinet kemarin, bersatu menjadi satu koalisi, maka tentunya hanya akan memunculkan satu calon presiden. Sehingga tidak perlu lagi pemungutan suara,” paparnya.

Hal ini merupakan dampak dari pemberlakuan presidential treshold (PT) 20 persen, yang ditentang oleh banyak tokoh, termasuk oleh Partai Gelora. Sebab, PT 20 persen menyebabkan banyak suara masyarakat yang tidak tersalurkan dan membuat demokrasi menjadi tersumbat.

“Kami berharap, Nasdem konsisten mengusung Anies Baswedan. Sehingga membuka kemungkinan ada tiga pasangan calon presiden di Pemilu 2024 yang akan datang,” ucapnya.

Namun terlepas dari hal itu, publik meminta parpol koalisi pro pemerintah untuk mengesampingkan terlebih dulu persoalan politik Pemilu 2024. Sehingga fokus penyelesaian permasalahan rakyat.  

“Walaupun publik tidak yakin dengan komposisi kabinet saat ini, tapi pemerintah diharapkan fokus menyelesaikan permasalahan rakyat. Yakni dengan memberikan solusi konkret, dalam menyelesaikan masalah-masalah rakyat terutama persoalan ekonomi," tukasnya.

 

menteri parpol koalisi PT pemilu