Menjadi seorang pemimpin dinilai tidak mesti harus populer. Karena yang penting bagi seorang pemimpin adalah kuat memimpin dan tidak mudah didikte.
Ketua Umum Baitul Muslimin Indonesia (BMI) Hamka Haq (kanan). (Dok. Indonesia Point)
“Bahkan sekelas kepemimpinan Presiden Joko Widodo selama inipun tidak luput dari pengaruh oligarki,” kata Ketua Umum Baitul Muslimin Indonesia (BMI) Hamka Haq dalam diskusi politik Indonesia Point bertema Puan Maharani dan Kepemimpinan Nasionalis – Relijius Bung Karno, di Jakarta, Jumat (17/6).
Menurutnya, pengaruh oligarki tersebut karena dia tidak menjadikan partai politik sebagai tempat sandaran utamanya. Sehingga, sosok seperti Ketua DPR RI Puan Maharani dinilainya sebagai koreksi atas kepemimpinan yang didominasi oleh oligarki.
“Termasuk yang selama ini banyak membuat Presiden Jokowi tersandera. Jadi kalau selama ini oligarki itu mendominasi, itu karena pemimpin kita tidak punya kekuatan,” ujarnya.
Menurutnya, kepemimpinan Puan adalah kepemimpinan yang kuat, tidak mudah didikte, dan genuine. Serta merupakan kombinasi lengkap kekuatan kepemimpinan nasionalis-relijius yang dibutuhkan bangsa Indonesia saat ini.
“Selain warisan Bung Karno, Megawati dan Taufiq Kiemas, kekuatan kepemimpinan Puan seperti ini utamanya juga bersumber dari kekuatan partai. Hal itu karena Puan merupakan kader tulen partai politik yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,” tandasnya.
Dia menambahkan, Puan muncul sebagai orang tulen parpol dan anak kandung PDIP. Yang artinya kekuatannya sebagai sandaran adalah parpol.
“Tentu selain PDIP juga dengan partai-partai lain nantinya sebagai bagian koalisi untuk Pemilihan Presiden 2024. Ini dengan sendirinya membendung dominasi oligarki, seperti yang kita saksikan dalam kepemimpinan nasional selama ini,” tegasnya.
Diwariskan
Selain itu, lanjutnya, Puan punya modal kepemimpinan nasionalis – relijius. Yang mana diwariskan langsung dari kepemimpinan Bung Karno, Megawati dan Taufiq Kiemas.
“Bung Karno jelas adalah sosok nasionalis tulen, tetapi juga menggali sumber kekuatan politiknya bersama tokoh-tokoh Islam. Antara lain seperti HOS Cokroaminoto, pendiri Serikat Islam sekaligus mertua Bung Karno,” imbuhnya.
Bukan hanya itu, kata dia, Bung Karno memiliki kedekatan khusus dengan tokoh-tokoh Islam. Selain itu juga menjadi orang pertama di PBB yang menyampaikan pesan Al-Quran di hadapan pemimpin-pemimpin dunia.
“Kalau citra relijius Bung Karno itu jelas sekali. Ditambah lagi warisan dari sang ayah Pak Taufiq Kiemas yang ayahnya orang Sumatera Selatan, sedangkan ibunya seorang Minangkabau. Jelas sekali dalam diri Ibu Puan itu Indonesia yang beraneka ragam,” paparnya.
Yakni ada darah Jawa, Bali, Sumatera Selatan dan Minangkabau. Menurutnya, kebangsaan dipadu dengan kekuatan relijius, maka akan menjadi perpaduan yang kuat dan ideal.
“Selama iini, Ibu Puan banyak memberi perhatian pada kegiatan-kegiatan keagamaan. Antara lain seperti ibadah haji, memastikan anak-anak banyak menghafalkan Quran, pengajian dan belum lama ini mempersembahkan sebuah Masjid At Taufiq di halaman kantor sekolah partai PDIP,” jelasnya.
Sehingga, kekuatan nasionalis-relijius lengkap ada pada sosok Puan. Dan ini ideal untuk Indonesia, karena yang mampu menjaga Pancasila tetap tegak ke depan adalah kekuatan nasionalis-relijius. “Ibu Puan memiliki dua-duanya,” tukasnya.