Para calon presiden yang akan maju pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, diharapkan berasal dari tokoh-tokoh reformasi.
Diskusi Gelora Talk bertajuk 24 Tahun Reformasi, Sudah Sampai di Mana dan Mau Kemana Indonesia. (Gelora Media Center)
Wowsiap.com – Para calon presiden yang akan maju pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, diharapkan berasal dari tokoh-tokoh reformasi. Hal itu agar agenda pekerjaan rumah reformasi bisa dituntaskan.
“Bisakah kita berharap para capres yang akan maju untuk Pemilu 2024 berasal dari tokoh-tokoh reformasi? Hal itu untuk menyelesaikan pekerjaan rumah reformasi yang belum selesai,” kata Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat Indonesia Anis Matta, kemarin.
Hal itu disampaikannya dalam diskusi Gelora Talk bertajuk 24 Tahun Reformasi, Sudah Sampai di Mana dan Mau Kemana Indonesia. Dia menambahkan, perjalanan reformasi yang telah berjalan selama 24 tahun, tidak sesuai dengan harapan.
“Sebab, masih banyak pekerjaan rumah yang belum diselesaikan. Namun, perubahan yang diciptakan ternyata tidak bisa dikontrol dan dikendalikan sesudahnya oleh para pelaku sejarah,” ujarnya.
Menurutnya, hal itu membuat tokoh reformasi menyesal, karena reformasi belum selesai. Dikatakan, para pelaku sejarah reformasi memiliki satu kesamaan. Yakni tidak memiliki ambisi kekuasaan.
“Sehingga perjalanan sejarah perubahan yang mereka ciptakan, tidak bisa mereka kontrol sesudahnya. Jalannya sejarah sesudahnya tidak seperti yang ada dalam rencana mereka,” tandasnya.
Sebab, cita-cita reformasi pada dasarnya adalah pintu gerbang untuk menciptakan kesejahteraan. Dan bukan hanya demokrasi saja, meskipun kedua-duanya bisa berdiri sendiri.
Ambisi
Menanggapi hal ini, politisi dan aktivis demokrasi Budiman Sudjatmiko menegaskan, dirinya tidak memiliki ambisi untuk mengejar kekuasaan di eksekutif. Ia mengaku sudah puas menjadi Anggota DPR di lembaga legislatif.
“Kalau ada yang saya sesali selama 24 tahun reformasi ini, karena secara pribadi, saya tidak punya ambisi perebutan kekuasaan atau kekuasaan eksekutif. Itu saya sadari, hanya puas di legislatif,” tegasnya.
Menurutnya, banyak agenda yang belum selesai dan tidak seusai dengan harapan seperti yang dicita-citakan reformasi. Sehingga perlu dorongan lebih kuat lagi supaya jelang 25 tahun reformasi, Indonesia punya lompatan yang lebih jauh lagi dalam pencapaian.
“Untuk memimpin lompatan tersebut, kata Budiman, harus dipimpin oleh orang-orang yang dulu berjuang pada tahun 1998,” ucapnya. Sementara Wakil Ketua DPR Periode 2004-2019 Fahri Hamzah mengatakan, tidak terlalu memusingkan rasa penyesalan secara personal terhadap agenda reformasi yang belum selesai.
“Kita nggak boleh mengambil itu terlalu personal, tapi hanya sebagai sebuah kritik. Kita memang tidak memiliki sebuah desain tentang reformasi, tapi tahu-tahu mendadak kita masuk dalam revolusi perubahan itu,” tuturnya.
Reformasi ketika itu, kata Fahri Hamzah, hanya dibaca sebagai ekspresi rasa kebosanan dari rezim Soeharto yang telah berkuasa selama lebih dari 30 tahun, yang menginginkan kebebasan dan kemapanan.
“"Nafasnya zaman itu, orang sudah bosan, makanya ketika Soeharto mengundurkan diri, rakyat pesta, banyak yang potong ayam dan sapi, begitulah ekspresinya. Tidak punya ide atau gagasan,” tukasnya.