DPR RI dan pemerintah dinilai tidak mengikutsertakan keterlibatan publik. Hal itu terlihat dari cepatnya DPR dan pemerintah mengesahkan revisi Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3).
Rapat Paripurna Pengesahan revisi UU P3. (Biro Pemberitaan DPR RI)
“Dikhawatirkan, proses ini akan terulang lagi dalam pembahasan perbaikan UU Cipta Kerja ke depan,” kata peneliti dari Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif Violla Reininda di Jakarta, Rabu (25/5).
Hal itu mengingat tidak ada progres signifikan, dalam hal keterbukaan dan partisipasi publik dalam revisi UU PPP. Sehingga, dia khawatir perbaikan UU Cipta Kerja dikhawatirkan berpotensi berakhir sama
“Kepentingan yang mau disasar bukan kepentingan publik. Sehingga partisipasi publik potensial, dianggap tidak relevan dan hanya formalitas,” ujarnya.
Padahal, kata dia, salah satu amar putusan Mahkamah Konstitusi terkait UU Cipta Kerja adalah membuka seluas-luasnya partisipasi masyarakat. Terutama yang mau mengkritisi dan memberikan masukan terhadap revisi UU Cipta Kerja.
“Padahal, RUU P3 yang disahkan paripurna DPR itu akan menjadi landasan hukum bagi UU Cipta Kerja. Partisipasi publik dalam pembentukan UU, seharusnya dibaca bersamaan dengan beberapa aspek,” tandasnya.
Akses
Aspek tersebut yaitu akses ke seluruh dokumen terkait pembentukan. Kemudian, proporsionalitas waktu pembentukan serta bagaimana DPR dan pemerintah secara aktif mengundang dan melibatkan masyarakat.
“Namun ketiganya tidak tercapai dalam pembahasan revisi UU P3. Pembahasan ini hanya dilakukan kurang dari dua pekan dan dokumen tidak dapat diakses oleh masyarakat,” tegasnya.
Sehingga, kanal-kanal dan rapat-rapat terbuka di media sosial, hanya formalitas. Tidak bisa dijadikan patokan partisipasi, karena tidak terdapat komunikasi dua arah dan interaktif.
“Hal itu sangat berbeda dengan partisipasi publik seperti yang terjadi dalam pembahasan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), yang diinisiasi oleh kelompok masyarakat. Padahal seharusnya, pemerintah dan DPR yang proaktif,” imbuhnya.
Dimana partisipasi publik artinya DPR dan pemerintah yang proaktif dan inisiatif melibatkan masyarakat dan pihak-pihak yang terkait. Dan bukan sebaliknya.