Pembunuhan terhadap Wartawan Termasuk Kejahatan Perang

Risiko cidera, cacat permanen, hingga kematian mesti ditanggung wartawan ketika meliput di wilayah konflik bersenjata.

Pembunuhan terhadap Wartawan Termasuk Kejahatan Perang

Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid. (Dok. Partai Golkar)

Wowsiap.com - Pembunuhan wartawan yang sedang bertugas di wilayah pendudukan Palestina, dikutuk keras. Sebab, hal itu adalah sebuah tindakan brutal yang tidak dapat dibenarkan oleh dalih apapun.

“Apalagi, Wartawan Al Jazeera Shireen Abu Akleh bertugas dengan mengenakan rompi bertuliskan pers. Dalam ketentuan hukum humaniter internasional, jurnalis/wartawan yang berada di situasi konflik bersenjata harus mendapatkan perlindungan dari kedua belah pihak yang bertikai,” kata Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid dalam keterangan tertulis yang diterima Wowsiap.com, Kamis (12/5).

Menurutnya, penembakan terhadap Shireen oleh pasukan Israel, termasuk dalam pelanggaran berat menurut Konvensi Jenewa 1949. Konvensi Jenewa tentang Hukum humaniter internasional mengatur tentang perlindungan terhadap wartawan.

“Baik sebagai warga sipil maupun sebagai wartawan. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 4 ayat A sub 4 Konvensi IV Jenewa 1949 dan Pasal 79 Protokol Tambahan I 1977,” ujarnya.

Dimana wartawan merupakan salah satu pihak yang harus dilindungi dalam sengketa bersenjata dan selayaknya diperlakukan sebagai warga sipil. Dengan aturan tersebut, dia berpandangan tindakan penembakan brutal terhadap Shireen yang dilakukan oleh pasukan Israel merupakan sebuah pelanggaran berat.

“Yang masuk ke dalam kategori kejahatan perang. Karena telah melanggar ketentuan yang telah diatur dalam Konvensi Jenewa 1949. Saya menyerukan kepada seluruh pemerintah, parlemen, dan komunitas internasional, untuk menuntut Israel agar bertanggung jawab atas pembunuhan Shireen,” tandasnya.

Tuntutan kepada Israel tersebut untuk mengingatkan pada semua pihak, bahwa jurnalis yang meliput situasi konflik harus dipastikan keamanan dan perlindungannya setiap saat. Dia juga menuntut pada Mahkamah Pidana Internasional (ICC), untuk membuka penyelidikan pidana pada para pelaku yang terlibat.

“Termasuk komandan yang bertanggung jawab dalam pembunuhan. Sudah saatnya para pelaku kejahatan perang ini diadili dan dimintai pertanggungjawaban pidana internasional,” tegasnya.

Pertanggungjawaban
Sebagai mitra Komisi I DPR RI, Meutya juga meminta pada Kementerian Luar Negeri untuk menggalang kerja sama internasional untuk penyelidikan segera dan menyeluruh. termasuk bagi mereka yang bertanggung jawab, untuk dimintai pertanggungjawaban.

“Saya juga meminta Kemlu untuk menggalang solidaritas internasional untuk memastikan hukum dan norma internasional ditegakkan. Hal itu demi melindungi wartawan yang sedang bertugas dan pekerja media tidak lagi menjadi sasaran perang,” imbuhnya.

Dalam kesempatan itu, dia juga menyampaikan belasungkawa yang mendalam kepada keluarga dan kerabat Shireen. Dia tewas ditembak saat meliput serangan Israel di kamp pengungsian Jenin, Tepi Barat.

“Doa dan simpati saya juga untuk jurnalis Ali Al-Samoudi, yang terkena tembakan di punggung. Sebagai mantan jurnalis yang pernah meliput di wilayah konflik bersenjata, saya merasakan kehilangan sosok wartawan yang amat dihormati karena telah meliput di tanah pendudukan Palestina sejak awal Intifada Palestina kedua pada tahun 2000,” paparnya.

Dia juga dapat merasakan saat menjadi jurnalis meliput di wilayah konflik bersenjata hingga pernah disandera di Iraq. Dimana risiko cidera, cacat permanen, hingga kematian mesti ditanggung ketika meliput di wilayah konflik bersenjata.

“Saya tahu betul akan hal ini dan dapat merasakan para jurnalis yang tewas, tertembak, terluka, ataupun disandera saat melakukan peliputan. Penegakan hukum dan perlindungan terhadap jurnalis yang sedang meliput, membutuhkan komitmen semua pemangku kepentingan,” tukasnya.

 

wartawan kejahatan perang Israel pelanggaran HAM berat Konvensi Jenewa