Cerita Christine Hakim: Saat Itu Pria Mendominasi Perfilman

Cerita Christine Hakim: Saat Itu Pria Mendominasi Perfilman


Bahkan dominasi kaum adam ini sudah terjadi sejak seabad lalu di belahan dunia, sementara industri perfilman di Indonesia sejak tahun 50 an.

"Tapi sekarang, Masya Allah bahkan perempuan memanggul kamera yang beratnya 25 kilo. Bukan hanya fisiknya yang kuat, tapi inner power-nya juga. Ini yang membuat perempuan mampu menghadapi segala tantangan," ucap Christine Hakim, saat virtual daring Festival Film Wartawan Indonesia (FFWI) Webinar Series III Selasa, (21/9/2021).

Webinar yang diinisiasi panitia FFWI XI, didukung penuh Direktorat Perfilman Musik dan Media (PMM), Kemendikbud Ristek RI, dengan mengusung topik, “Peran dan Posisi Perempuan dalam Perfilman Indonesia.”

Selain menghadirkan Christine Hakim, Webinar yang diikuti puluhan wartawan itu, juga melibatkan menghadirkan Melanie Subono, Cinta Laura K, serta dihadiri Slamet Rahardjo Djarot dan Tommy F Awuy.

Menurut peraih sembilan Piala Citra itu, perempuan Indonesia mempunyai inner power yang luar biasa sekali, tidak semata hanya pandai bersolek saja.

"Bagaimana mungkin tidak mempunyai inner power, jika bisa mengandung selama sembilan bulan, sembari menjalankan banyak fungsi lainnya. Seperti sebagai ibu rumah tangga, pendidik, pelindung hingga penjaga keseimbangan rumah tangga. Jadi, Super Hero bukan Superman, tapi Superwoman," tegas Christine Hakim.

Meski demikian, masih menurut Christine, laki-laki dan perempuan sejatinya diciptakan untuk saling menyempurnakan.

"Makanya harus ada understanding di antara keduanya. Kenapa sangat penting peran perempuan? Karenanya, peran perempuan harus makin dioptimalkan, baik di belakang layar maupun di depan layar. Karena perempuan adalah kunci," katanya.

Menyadari posisi dan potensi perempuan Indonesia sangat besar sekali, Christine Hakim berpesan tugas perempuan, terutama yang berposisi sebagai orangtua tidak akan pernah mudah.

"Karena, tugas orang tua tidak pernah selesai. Jika saya analogikan dalam dunia film adalah sebuah keluarga. Kita membutuhkan sosok ibu, atau perempuan yang turut menanamkan nilai-nilai di keluarganya," katanya.

Christine Hakim bercerita, sejak tahun 80an, dirinya selalu hadir di Tokyo Women Internasional Film Festival yang bersinergi dengan Women Internasional Film di Korea dan Hong Kongong . Di Women Festival itu, posisi perempuan menjadi sorotan dan dimuliakan.

"Bayangkan, sebelum kita dijajah Belanda, ada 33 Kesultanan di Aceh yang dipimpin perempuan. Juga perempuan-perempuan lainnya di berbagai wilayah Indonesia. Mudah-mudahan perempuan Indonesia bisa menginspirasi perempuan-perempuan di dunia," katanya.

Berkenaan dengan posisi perempuan di dunia perfilman kiwari, Christine Hakim meminta perempuan untuk mengambil posisi berbeda, atau penentu kebijakan. Karena sentuhan perempuan berbeda dengan sentuhan laki-laki

"Saya menjadi produser film kali pertama umur 30an. Karena saya berpikir, harus menciptakan dan membuka peluang, bagi generasi perfilman Indonesia. Saya tidak bisa menunggu dikontak produser film atau sutrdara film. Makanya saya memutuskan membuka dan menciptakan peluang sendiri. Selain kita juga harus mendengar suara anak muda. Kalau kita ingin investasi untuk masa depan, kita harus berinvestasi untuk anak muda," pungkasnya.