Sebanyak123 Pabrik Kelapa Sawit (PKS) terpaksa setop operasi. Mereka pun tak membeli sawit (TBS) dari petani. Ironisnya, Kementerian Perindustrian cuek alias tutup mata.
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita
Seperti diberitakan, ratusan PKS itupp terpaksa setop operasi lantaran tangki minyak sawit miliknya masih penuh.
Meski ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO), realisasinya harus tunggu waktu. Karena prosedur tidak seperti membalik tangan. Boleh disebut, realisasi pembukaan ekspor CPO sangat lambat.
Setop operasi ratusan PKS ini, berdampak kepada petani sawit. Lantaran pabrik tak lagi membeli tandan buah segar (TBS) sawit petani. Alhasil, harga TBS terjun bebas. Dulu bisa menembus Rp3.500 per kilogram (kg), kini rebah hingga di bawah Rp600 per kg.
Terkait kondisi ini, anggota Komisi IV DPR asal Partai Demokrat, Bambang Purwanto menilai, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang pimpinan Agus Gumiwang Kartasmita (AGK), terkesan kuat tidak menguasai alur sawit.
Bahkan, dia menilai, Menperin AGK tidak peduli dan mengerti pada tupoksinya.
"Menperin parah tak peduli tupoksinya, harusnya mencari akar masalahnya terus membantu cari solusi, sekuat apapun industri swasta tanpa pembinaan dan perlindungan dari pemerintah tidak akan bisa berkembang," kata Bambang Purwanto kepada wartawan, Minggu (17/7/22).
Bambang menekankan, kejadian ini juga akan membuat dampak perkebunan di bawah binaan Kementerian Pertanian atau Kementan tidak bisa berbuat banyak.
"Akhirnya sawit petani tidak dapat diproses, petani terancam bangkrut massal," tegasnya.
Politikus Partai Demokrat ini pun terheran-heran dengan pernyataa Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Kemenperin, Emil Satria. Dia mengatakan, permasalahan terhambatnya ekspor sawit ini bukan disebabkan kebijakan pemerintah.
"Kalau komentar terhadap PKS banyak tutup bukanya cari solusi malah bikin gaduh dan menghilangkan kepercayaan masyarakat petani sawit juga PKS, terus siapa yang membuat kebijakan hingga sampai terjadi carut marut petani sawit kalau bukan lantaran kebijakan yang gegabah dan emosional," tuturnya.
Dengan kondisi demikian, Bambang mengingatkan, urusan produk dari perkebunan kelapa sawit ini harus menjadi tanggung jawab bersama Kementerian terkait. Mulai, dari Kementan, Kemendag hingga Kemenperin itu sendiri.
"Mulai mendorong untuk meningkatkan produksi sawit dibawah Kementan. Hasil produksi kebun sawit diolah di industri sawit atau PKS sampai menjadi barang setengah jadi maupun barang jadi di bawah tanggung jawab Kemenperin. Kemudian produk olahan di pasarkan di dalam negeri maupun ekspor menjadi tanggung jawab Kemendag," tukasnya.
Sebelumnya, sekitar 123 Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dilaporkan menghentikan operasinya dan berhenti menyerap TBS sawit. Pabrik ini menghentikan operasi seiring melambatnya realisasi CPO.
Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Kemenperin, Emil Satria mengatakan, permasalahan terhambatnya ekspor sawit ini bukan disebabkan kebijakan pemerintah.
"Yang enggak lancar bukan di pemerintah. Dia (eksportir) gak punya (kontrak dengan) kapal (untuk ekspor)," kata Emil.
Emil bilang, pemerintah sudah berupaya mempercepat ekspor CPO dari sisi regulasi dan program ekspor. Langkahnya lewat penerbitan kebijakan Flush-Out (FO), menaikkan angka koefisien distribusi aturan kewajiban pasar domestik (DMO) dan Persetujuan Ekspor (PE), dan peluncuran MinyaKita.