Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui, pelarangan ekspor minyak sawit mentah (CPO) beberapa waktu lalu, merupakan kebijakan dilematis.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati
“Kita sudah membuka kembali keran ekspornya. Tapi memang ini situasi yang dilematis. Bapak Presiden ingin melindungi masyarakat supaya bisa membeli minyak goreng dengan harga terjangkau, melindungi petani supaya mereka tidak dirugikan, dan di sisi lain juga tetap menjaga penerimaan ekspor,” ungkap Menkeu dalam Rapat Kerja dengan Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Selasa (7/6/2022).
Karenanya, tambah Menkeu, pemerintah bersama para menteri kordinator merumuskan langkah-langkah yang dapat menyeimbangkan ketiga kepentingan itu.
“Kemarin karena ada pelarangan ekspor, jadi berhenti kan. Tanki-tanki menjadi penuh dan harus dikeluarkan. Tapi ketika tanki minyak sawit ini dikeluarkan, entah untuk ekspor atau untuk kebutuhan dalam negeri, tapi tetap bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri,” tukas Sei Mulyani.
Penjelasan Sri Mulyani itu, menjawab kritik anggota Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Elviana.
Elviana menyampaikan, kondisi para petani sawit yang sampai saat ini masih kesulitan menjual hasil sawitnya, meskipun pemerintah sudah membuka keran ekspor CPO.
“Sampai hari ini, pabrik tidak menerima buah sawit dari penampung buah sawit yang berasal dari petani. Akibatnya, tukang sawit berguguran, tukang panen, sopir truk, tukang semprot, semua terkapar sekarang,” ungkap Elviana.
Menurutnya, tidak semua petani sawit adalah petani besar. Banyak diantaranya adalah petani kecil yang mengubah lahan sawahnya untuk ditanami sawit. Sehingga kehidupan mereka sangat terdampak akibat larangan ekspor CPO.
“Inilah kondisi di daerah, dan pasti mempengaruhi ekonomi rakyat menjelang mau masuk sekolah, mau masuk kuliah. Dan ini tidak tahu sampai kapan. Saya tidak melihat ada sikap tegas pemerintah terhadap pabrik-pabrik sawit ini,” tandas Elviana.
Ia juga mengkritisi Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), yang menurutnya tidak banyak membantu kondisi para petani sawit ketika menghadapi situasi yang sulit.
Elviana mengungkap, pendapatan negara dari hasil sawit tahun di tahun 2021, antara lain pungutan ekspor dari bisnis minyak sawit sebesa Rp71 triliun, pajak ekspor sebesar Rp 85 triliun dan pajak dari perkebunan kelapa sawit yang mencapai Rp146 triliun.
“Seharusnya ini kan bisa dimaksimalkan untuk mengatasi masalah minyak goreng tanpa merugikan petani,” pungkas Elviana.