
Wowsiap.com - Proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) hingga menjadi UU yang luar biasa, telah melahirkan kesadaran publik. Dimana masalah seksualitas tadinya dianggap sebagai masalah yang memalukan.
“Sehingga orang yang membicarakan persoalan kekerasan seksual, dianggap membuka aib pribadi atau keluarga,” kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka di Jakarta, Sabtu (16/4).
Sementara kalau dibawa ke aparat penegak hukum, kadang belum semua sadar atau paham. Akibatnya, yang pertama kali dilakukan perempuan menjadi korban tindak perkosaan adalah diam karena malu.
“Banyak juga yang sampai bunuh diri atau gila, karena korban harus menahan beban itu sendirian. Selama ini, kekerasan seksual hanya dilihat sebagai persoalan kesusilaan, jarang dilihat sebagai persoalan tindak pidana,” ujarnya.
Karenanya, UU TPKS mengubah kultur yang tadinya tertutup, menjadi terbuka. Termasuk keterbukaan dalam melaporkan.
“Pengesahan UU TPKS merupakan wujud dari perjuangan panjang sejarah perjuangan perempuan Indonesia. Dimana perjuangan itu adalah esensi dari perayaan Hari Kartini,” tandasnya.
Demikian pula dengan UU TPKS, yang merupakan sebuah bagian dari perjuangan perempuan. Yakni untuk terus menghidupkan semangat Kartini di Indonesia. Sebelumnya Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan bahwa darurat kekerasan seksual adalah sinyal Indonesia harus memiliki payung hukum yang pro korban.
”Selain itu, sistematis dalam penanganan kekerasan seksual. Tak hanya penindakan, tetapi juga perlindungan hingga pemulihan korban. Tanpa peran masyarakat sipil, UU TPKS tak akan mulus melewati proses politik di Senayan,” tegasnya.
Dia menegaskan, UU TPKS yang baru saja disahkan, harus menjadi pedoman bagi penegak hukum. Khususnya dalam menyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual.
“Selain memenuhi kebutuhan hukum nasional, semangat pembentukan UU TPKS juga untuk memberikan perlindungan bagi korban. Selain itu agar ada pemenuhan hak-hak korban secara tepat, cepat dan komprehensif,” tukasnya.