KKP Tangkap Dua Kapal Ikan Asing Berbendera Malaysia, Selamatkan Potensi Kerugian Rp19,9 Miliar
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR RI Mulyanto. (Foto: Biro Pemberitaan DPR RI)

Wowsiap.com - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR RI menolak wacana kenaikan harga Pertalite dan LPG 3 kilogram. Sebab, kedua bahan bakar tersebut merupakan kebutuhan dasar masyarakat.

“Sehingga bila harganya naik, dikhawatirkan, menimbulkan kekacauan di tengah masyarakat. Karena itu, kami meminta pemerintah - dalam hal ini Menteri Koordinator Maritim dan Investas serta Menko Perekonomian, menghentikan wacana kenaikan tersebut,” kata Wakil Ketua FPKS DPR RI Mulyanto di Jakarta, Sabtu (9/4).

Sebab bila harga kedua komoditas komoditas energi dinaikkan, akan membuat masyarakat kolaps. Terlebih saat ini beban hidup masyarakat sudah sangat berat.

“Pandemi Covid-19 belum berakhir, ekonomi belum pulih dan daya beli masih lemah. Ditambah lagi, harga-harga barang kebutuhan pokok, seperti minyak goreng, gula, daging sapi, kedelai sudah merambat naik,” ujarnya.

Sementara, penghasilan masyarakat tidak meningkat. Perusahaan tidak ada yang berani menaikan gaji dan tunjangan karyawan. Sehingga, gap antara penghasilan dan pengeluaran masyarakat sangat jauh.

“Karena itu, pemerintah sebaiknya meninjau ulang rencana kenaikan Pertalite dan LPG 3 kilogram ini. Kedua komoditas itu adalah sumber energi yang digunakan secara luas oleh masyarakat kelas menengah dan bawah,” tandasnya.

Selain itu, Pertalite dan LPG 3 kilogram itu digunakan oleh lebih dari 80 persen pengguna. Sehingga, kenaikan harga Pertalite dan LPG 3 kilogram diperkirakan diikuti dengan kenaikan harga transportasi dan barang-barang lainnya.

“Ini tentu akan memicu inflasi yang semakin tinggi, sehingga semakin menggerus daya beli masyarakat,” tegasnya.

Membeli
Berdasar data dari situs Picadi pada tahun 2019, rata-rata kemampuan membeli bensin masyarakat Indonesia dari pendapatan bulanan yang mereka terima hanya sebesar 276 liter per bulan. Masih di bawah Sri Lanka, dimana rata-rata penghasilan masyarakatnya mampu membeli bensin sebanyak 278 liter per bulan.

Sementara masyarakat Malaysia mampu membeli bensin sebanyak 1.707 liter per bulan dan masyarakat Korea Selatan mampu membeli bensin rata-rata sebesar 1.908 liter per bulan,” ucapnya.

Namun, data di atas adalah sebelum pandemi Covid-19. Dimana rata-rata penghasilan masyarakat diperkirakan menurun seiring dengan penurunan GDP per kapita.  

“Fakta politik internasional kita lihat, kenaikan harga migas dunia telah mendorong Sri Lanka jatuh pada krisis ekonomi dan politik. Bahkan mereka terancam pada krisis pangan dan kelaparan,” imbuhnya.

Hal semacam itu tentu tidak diinginkan terjadi di Indonesia. Sebagai shock breaker (peredam) berbagai kejutan ekonomi-politik, pemerintah harus mampu menyeimbangkan antara musibah dan berkah dari kenaikan harga migas dunia.  

“Karena ternyata kenaikan harga migas dunia membawa berkah bagi kita berupa ikut melejitnya harga CPO, batubara, tembaga, nikel dan lain-lain.  Bahkan, hitungan kasarnya, penerimaan negara dari ekspor komoditas tersebut jauh melebihi defisit transaksi berjalan dari sektor migas,” ungkapnya.

Jadi, peran pemerintah dan juga Pertamina dalam meredam kejutan harga migas dunia sangat dimungkinkan. Sehingga tidak harus diambil kebijakan untuk menaikkan komoditas energi yang digunakan oleh masyarakat luas.