KKP Tangkap Dua Kapal Ikan Asing Berbendera Malaysia, Selamatkan Potensi Kerugian Rp19,9 Miliar

Wowsiap.com - Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) diyakini sebentar lagi rampung dibahas di DPR dan disahkan menjadi UU. Pengesahan UU yang sudah dinanti sejak lama tersebut, bisa menjadi kado manis bagi para perempuan menjelang peringatan Hari Kartini.

“Dengan posisi Puan Maharani sebagai Ketua DPR, saya optimis RUU TPKS bisa segera disahkan bulan ini sebelum masa reses,” kata aktivis perempuan yang juga founder Rumah Baca Akar Nury Sybli di Jakarta, Senin (4/4).

Seperti diketahui, RUU tersebut pertama kali dibahas di DPR pada Mei 2016 lalu. Saat itu, Puan menjabat sebagai Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.

“Saat itu namanya adalah RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Hampir genap berusia 6 tahun. RUU yang bisa menjawab keresahan para perempuan terkait kekerasan seksual, akhirnya memasuki babak akhir saat Puan menjabat Ketua DPR,” ujarnya.

Sehingga dari sisi substansi dan DIM serta urgensinya, Puan pasti sudah sangat paham.  Dia juga mengapresiasi langkah Puan yang turut serta mengajak para aktivis perempuan, Komnas Perempuan, hingga Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), terlibat memberi masukan untuk isi RUU TPKS.

“Setelah disahkan nanti, RUU TPKS ini bisa memberi jawaban bagi permasalahan kekerasan seksual yang selama ini kerap dialami para perempuan. Sekarang adalah momentum bagi Puan untuk segera mengetok palu sidang paripurna, untuk pengesahan RUU TPKS,” tandasnya.

Adapun RUU TPKS sebelumnya telah disahkan sebagai RUU inisiatif DPR dalam rapat paripurna pada 18 Januari lalu. Dari 9 fraksi yang ada di DPR, hanya Partai Keadilan Sejahtera yang menyatakan penolakan.

Saat ini, DPR dan pemerintah terus mengebut pembahasan RUU TPKS. Sehingga dapat rampung sebelum anggota dewan memasuki masa reses pada 15 April. RUU itu pada intinya mempermudah korban kekerasan seksual, untuk mendapatkan keadilan di mata hukum.

“Jika disahkan nantinya, maka kepolisian tak bisa lagi menolak laporan korban kekerasan seksual. Penyelesaian perkara tindak kekerasan seksual juga tak boleh lagi diselesaikan lewat mekanisme restorative justice, yang menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku dan korban,” tegasnya.