KKP Tangkap Dua Kapal Ikan Asing Berbendera Malaysia, Selamatkan Potensi Kerugian Rp19,9 Miliar
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR RI Mulyanto. (Foto: Biro Protokol dan Humas DPR RI)

Wowsiap.com - Kebijakan pemerintah menaikan harga eceran tertinggi minyak (HET) goreng curah sebesar Rp 14 ribu per liter dan melepas harga minyak goreng dalam kemasan pada mekanisme pasar, dinilai sebagai pilihan kebijakan yang amatiran. Sebab, dalam membuat kebijakan terkait minyak goreng, pemerintah terkesan trial and error.

“Akibatnya, kebijakan gampang berubah ketika menghadapi tekanan dari pihak tertentu. Harusnya, sebuah kebijakan dibuat berdasarkan berdasarkan riset (research based policy) atau berdasarkan contoh praktik terbaik di negara lain,” kata Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR RI Mulyanto, Jumat (18/3).

Sehingga, bukan kebijakan bongkar-pasang dan gonta-ganti atau coba-coba. Tujuannya agar ada kepastian hukum dalam rangka melayani kebutuhan masyarakat. 

“Sebab, masyarakat sudah capai sekian bulan diombang-ambingkan oleh kebijakan minyak goreng pemerintah yang tidak jelas. Selain itu, banyak berteori, berwacana dan obral janji, namun malah berujung kelangkaan,” ujarnya. 

Sebelumnya Presiden Jokowi berjanji kebijakan yang telah diambilnya baru akan dievaluasi bulan Mei 2022. Menteri Perdagangan juga berjanji untuk tidak mencabut HET. Tapi nyatanya, baru pertengahan Maret kebijakan migor sudah dicabut.  

“Menjilat ludah sendiri. Ini tidak konsisten. Oleh karena itu, kami mendesak pemerintah merancang kebijakan terbaru minyak goreng curah bersubsidi dengan HET Rp 14 ribu secara benar,” tandasnya.

Hal itu agar kebijakan tersebut benar-benar dapat dilaksanakan dengan seksama. Baik terkait dengan skema subsidi maupun sistem pengawasannya. Menurutnya, dengan sistem penjualan terbuka maka peluang bagi penyimpangan minyak goreng curah bersubsidi tetap ada.

“Paling tidak, ada tiga peluang penyimpangan tersebut. Yakni larinya minyak goreng curah bersubsidi rumah tangga ke industri, baik makanan, minuman maupun perhotelan,” tegasnya.  

Beralih
Kemudian, minyak goreng curah bersubsidi tersebut disimpangkan untuk disaring ulang dan dikemas menjadi minyak goreng kemasan. Kemungkinan lain adalah beralihnya konsumen minyak goreng premium kepada minyak goreng curah bersubsidi.  

“Kalau penyimpangan ini terjadi, maka minyak goreng curah bersubsidi akan kembali langka,” ucapnya. Untuk diketahui, berdasarkan data Kementerian Perindustrian, kebutuhan minyak goreng sawit nasional pada 2021 sebesar 5,07 juta ton,” jelasnya.

Jumlah tersebut terdiri dari kebutuhan curah industri sebesar 32 persen; minyak goreng curah rumah tangga sebesar 42 persen; dan minyak goreng kemasan sebanyak 26 persen.  

“Artinya kebutuhan untuk minyak goreng curah rumah tangga ini adalah yang terbesar, dibandingkan dengan minyak goreng curah industri atau minyak goreng kemasan. Pemerintah harus membangun sistem pengawasan yang andal,” tuturnya.

Hal itu agar minyak goreng curah rumah tangga ini tidak lari menjadi minyak goreng industri atau minyak goreng kemasan.