KKP Tangkap Dua Kapal Ikan Asing Berbendera Malaysia, Selamatkan Potensi Kerugian Rp19,9 Miliar
Wakil Ketua DPD RI Mahyudin. (Foto: Humas DPD RI)

Wowsiap.com - Keputusan untuk memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, patut diberi apresiasi yang tinggi. Sebba, setelah silih berganti rezim berkuasa, namun tidak mampu diwujudkan.

“Sementara alasan pemindahan IKN dikarenakan Jakarta dianggap sudah terlalu berat menanggung beban sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat keuangan, pusat perdagangan dan jasa,” kata Wakil Ketu DPD RI Mahyudin, Senin (11/1).

Menurutnya, pembangunan dan pemindahan IKN juga harus disertai dengan komitmen yang tinggi, untuk memaksimalkan potensi dan partispasi lokal (bottom-up). Hal itu karena partisipasi adalah bentuk penghargaan sekaligus pengakuan atas sumber daya lokal.

“Partisipasi itu bukan sekedar konsep yang mempuni di atas kertas, manis untuk dituturkan hingga membuai, yang pada akhirnya minimbulkan luka. Semua mata rantai pembangunan dan pemindahan IKN perlu memperhatikan, mendengar masukan dan pandangan dari pemangku kepentingan, khususnya rakyat Bumi Etam,” ujarnya

Sebab, kata dia, meminggirkan ataupun meninggalkan sama dengan mencabut mereka dari tanah leluhurnya. Semua pihak tentu tidak ingin mereka hanya sekedar mengagumi kemegahan dan gemerlapnya IKN.

“Apalah artinynya pembangunan tanpa memberi mereka ruang yang cukup, untuk berkontribusi. Karena, itulah senyata-nyatanya kebanggaan yang semu. Sehingga diharapkan, pembangunan dan pemindahan IKN tidak hanya fokus pada kawasan yang masuk dalam wilayah IKN saja,” tandasnya.

Hal itu karena IKN tidak berada di ruang yang hampa juga bukan kota mandiri, yang semua kebutuhan warganya dapat dipenuhi sendiri. Tetapi IKN akan terhubung dan memiliki ketergantungan dengan daerah yang ada disekitarnya atau zona penyangga.

“Keberadaan zona penyangga memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung keberlangsungan IKN. Untuk itu, perlu dihitung secara cermat dan rigid kondisi eksisting lingkungan (fisik, biologi dan sosial ekonomi) zona penyangga,” tegasnya.

Dengan demikian, lanjutnya, bisa diprediksi perubahan dan kemampuan daya dukung lingkungan pada kurun waktu tertentu. Sekaligus mampu menghasilkan kebijakan yang terintegrasi dengan kebijakan IKN. 

Minim
Dia menambahkan, keterpilihan Kalimantan Timur (Kaltim) menjadi tujuan pemindahan IKN karena dianggap memiliki resiko Bencana lebih minim dibanding daerah lain. Bencana alam dimaksud adalah banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan dan tanah longsor.

“Hal itu karena letaknya di tengah wilayah indonesia, memiliki infrastruktur yang relatif lengkap, lokasi Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutau Kartanegara berdekatan dengan wilayah perkotaan yang berkembang, yakni Samarinda dan Balikpapan,” ucapnya.

Selain itu juga tersedia lahan 180 ribu hektar yang dikuasai oleh pemerintah pada dua kabupaten tersebut. Berselang dua tahun lebih, sejak presiden Jokowi mengumumkan keputusan pemerintah untuk memindahkan IKN ke Kaltim, seakan menemui titik terang dengan dibentuknya Panitia Khusus (Pansus) IKN oleh DPR RI.

“Menarik bahwa RUU IKN tersebut menurut pemerintah (Bapenas), mengatur ihwal pemindahan status IKN yang direncanakan pada semester awal Tahun 2024 dan bukan pemindahannya secara fisik. Pemindahan IKN secara fisik sangat tergantung pada progres pembangunan fisik yang tahapannya tertuang dalam rencana induk (master plan) yang telah disusun oleh pemerintah,” jelasnya.

Untuk itu, perlu adanya kepastian tahapan tersebut berjalan dengan baik melalui pengarusutamaan pembangunan infrastruktur IKN, yakni melalui politik penganggaran utamanya yang bersumber dari APBN. Sementara itu, untuk anggaran yang bersumber dari swasta perlu ada skema pembiayaan yang menarik.

“Hal itu agar swasta berminat untuk berinvestasi. Selain itu, kesinambungan pembangunan IKN harus dapat dipastikan tetap berjalan pada rezim pemerintahan berikutnya, yang diikat melalui regulasi setingkat undang-undang,” tuturnya.