KKP Tangkap Dua Kapal Ikan Asing Berbendera Malaysia, Selamatkan Potensi Kerugian Rp19,9 Miliar
Siti Nadia Fatimah (hijab hitam)

Wowsiap.com - Diajak muter-muter karena mencoba mengikuti share lokasi (serlok), laju roda dua di jalan aspal Bangun Nusa Raya Cengkareng Timur, Jakarta Barat, pun mulai pelan. 

Ketimbang disuruh muter-muter lagi sama google maps, satu satunya cara harus bertanya sama orang sekitar. Dari  yang ditanya, akhirnya alamat rumah tersebut ketemu. 

Nadia namanya. Lengkapnya Siti Nadia Fatimah. Tiba di kediamannya, dia  membuka gerbang besi, dan langsung mempersilahkan masuk. Ramai canda dua bocah, hangatkan suasana di ruang tamu pada Sabtu (9/7/2022) menjelang senja. 

"Silakan diminum dulu, baru deh kita cerita-cerita," kata Nadia kepada Wowsiap.com yang sore itu ditemani kader kesehatan Tuberkulosis atau TB, Zakiah Alatas. 

Berbeda dengan TB atau TBC biasa, TB Multidrug-Resistant (MDR) atau TB RO yaitu jenis TB yang resisten terhadap khasiat dua obat antituberkulosis yang paling kuat, yaitu isoniazid dan rifampisin. 

Salah satu orang yang harus menjadi pasien TB MDR ini adalah Nadia. 
Sebenarnya, sejak 2015, ibu tiga anak ini adalah seorang pasien TB biasa atau TB Sensitif Obat.

"Awalnya saya cek di rumah sakit (saya lupa nama rumah sakitnya) batuk-batuk saya itu divonis ISPA. Tapi saya cek lagi ke rumah sakit swasta dr.Gunawan, ternyata ada flek di paru. Dan saya dinyatakan TB," kisah Nadia. 

Karena merasa sudah sembuh,  sebelum enam bulan waktu yang disarankan dokter untuk minum obat TB, Nadia berhenti konsumsi obat TB-nya. 

2017, Nadia bersama suami dan anak-anaknya pindah ke Jakarta dari kediaman dahulunya di Cisarua Cibeureum, Bogor. 

Bulan Oktober 2018, istri dari Iben ini kembali batuk-batuk hingga mengeluarkan darah.

"Saya ke ke RSUD Kalideres, dan dinyatakan TB RO. Lalu dirujuk balik ke Puskesmas Kecamatan Cengkareng agar lebih dekat rumah. Di situ lah bertemu perawat namanya Fitriani dan bu Zakiah, kader TB," kenang Nadia. 

Pada saat menjadi TB RO itulah, Nadia berada di antara hidup dan mati. 

"Coba bayangkan, selama tiga bulan, pagi jam 7 sudah harus berobat di puskesmas dengan cara disuntik. Misalnya hari senin disuntik pantat sebelah kiri, besoknya hari selasa disuntik yang sebelah kanan. Setelah disuntik, minum 11 obat sekaligus.Lepas tiga bulan, bulan keempat hanya minum 11 tablet obat sekaligus sampai bulan kesembilan.
Seperti itulah selama pengobatannya," ungkap perempuan berusia 31 tahun ini. 

Nadia bahkan pernah mau keluar rumah. Dirinya halusinasi dampak meminum sebanyak 11 obat setiap hari selama sembilan bulan itu. 

"Pernah mau keluar rumah, namun dicegah suami dan mertua saya. Itu saking "melayang" nya," kata Nadia yang menyebut efek lainnya menjalani serangkaian pengobatan tersebut muntah, makan sedikit keluar isi perutnya banyak sekali. 

"Kalau merasa  drop, saya langsung telepon ibu Fitri, perawat puskesmas. Saya bilang ke dia, saya sembuh apa nggak nih, kok saya begini terus (dirinya seperti melayang). Seperti fly dan halu. Bu Fitri bilang saat itu, kamu  pasti sembuh Nad," sambung Nadia. 

Nadia pun mengenang bagaimana dia dimarahi Fitriani karena terlambat ke puskesmas yang jadwalnya harus berobat pukul 07.00 pagi. 

"Sebenarnya sih bukan dimarahi, dinasehati lah. Pernah terlambat, dinasehati ama fitri, Kata dia nggak boleh telat harus disiplin karena nyuntik sudah ada jamnya, nyuntik jam 7 pagi, besok  harus jam  7 lagi. Karena kalau sering telat pengobatan bisa gagal," ucapnya. 

Sejak menjadi pasien TB MDR atau TB RO, dirinya mengaku paling bahagia di antara pasien-pasien lain. Nadia berkisah ada pasien yang berkeluh kesah jika dia dikucilkan oleh orang terdekatnya, yakni keluarganya. 

"Saya mendengar cerita itu sampai nangis. Dalam hati saya berkata apakah mereka mengerti betul apa yang sedang kita (pasien TB RO) hadapi? Hello, ini antara pertaruhan nyawa. Bayangin setiap hari kita mengkonsumi 11 obat, tapi orang yang kita sayangi tak mau mengantar ke puskesmas padahal kita saat itu masih dalam kondisi fly. Kalau si pasien naik motor sendirian ke puskesmas, apa yang terjadi dengan kondisi seperti itu, "kata Nadia. 

"Alhamdulillah suami, bapak dan ibu mertua saya tak mengucilkan. Mereka support saya. menjaga saya, merawat saya. Tinggal saya yang proteksi diri agar mereka tak tertular. Mereka juga sudah diinventigasi kontak, dan hasilnya negatif," ungkapnya. 

Nadia menyebut support keluarga, kepedulian perawat puskesmas Kecamatan Cengkateng dan kader kesehatan TB adalah kekuatan dirinya untuk sembuh dari penyakit menular itu. Juga kepada mereka (pasien TB RO) yang mengerti betul apa yang sedang dihadapinya. 

"Mungkin saya sama Allah belum diizinkan pergi haji di tahun 2018.
Naik hajinya ditunda jadi tahun 2023 karena saya sedang menjalaninya pengobatan. 

"Saya berterima kasih kepada ibu Fitriani dan ibu Zakia, juga pihak RSUD Kalideres yang menjaga saya saat  menjalani pengobatan," kata Nadia sambil menangis. 

Sejak Oktober 2018 hingga sampai memasuki bulan kesembilan, dan 
masih mengkonsumsi 11 tablet obat yang harus diminum sekaligus juga menjalani cek darah, jantung, periksa dahak serta di foto rontgen. Akhirnya pihak RSUD Kalideres menyatakan Nadia sembuh. 

Kini, Nadia pun berhasil mengalahkan penyakit yang dideritanya sejak 2018.
Ia pun berpesan kepada pasien TB RO  yang masih menjalani pengobatan jangan mangkir minum obat, harus disiplin berobat sampai selesai. 

"Memang ada halunya usai minum obat, tapi  jalani saja, Ada rasa enek (mual) jalani saja. Harus sabar juga. Kalau kita teratur dalam berobat Insya Allah, ada kemauan mau sembuh, pasti sembuh. Kalau mangkir berobat sama aja bunuh diri," demikian pesan Nadia. 

Pengobatan TB memang membutuhkan kesabaran dan kedisiplinan untuk dapat menyelesaikan pengobatan sampai sembuh. Selain itu dukungan orang terdekat juga sangat penting, hindari stigma negatif untuk pasien TB. 

Sebaliknya pasien TB harus didukung sepenuhnya untuk menyelesaikan pengobatan hingga sembuh agar rantai penularan dapat terputus.

Pasien TB RO saat ini sedikit lebih beruntung karena sejak tahun 2020, sudah tersedia pilihan pengobatan TB RO yang tanpa suntik (obat diminum semua) dan pengobatan yang lebih singkat, yaitu 9 bulan, berbeda dengan yang harus dijalani Nadia tahun 2018 lalu.

Bagaimana juga kita perlu memiliki gaya hidup sehat agar imunitas baik supaya tidak terkena penyakit. Penggunaan masker bagi orang yang sakit, tidak meludah sembarangan, menerapkan etika batuk adalah beberapa hal yang harus dinkan setiap orang untuk menjaga kesehatan orang sekitar.