KKP Tangkap Dua Kapal Ikan Asing Berbendera Malaysia, Selamatkan Potensi Kerugian Rp19,9 Miliar
foto Walhi Sumut Instragam

JAKARTA - Tambang emas Martabe milik anak usaha Astra, PT Agincourt Resourches bukan cerita baru. Sudah lebih dari satu dekade emas diangkut keluar dari Tapanuli. Tapi yang jarang dibahas: siapa yang sebenarnya ada di baliknya.

Tambang emas Martabe ini beroperasi berdasarkan Kontrak Karya (KK) memiliki rentang 30 tahun dengan Pemerintah Indonesia. Luas wilayah konsesi awalnya 6.560 km² pada tahun 1997, dan telah diperluas menjadi 130.252 hektar (1.303 km²), meliputi Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, dan Mandailing Natal. 

Lantas siapa yang berdiri dan pantas bertanggungjawab atas derita masyarakat yang terkena bencana alam ? Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara (Sumut) menduga aktivitas tambang emas milik PT Agincourt Resourches (Martabe) atau Tambang Martabe di tengah bencana longsor dan banjir yang tengah terjadi di Sumut.

"Di puncak perbukitan itu berdiri sebuah korporasi megah tambang emas martabe milik PT Agincourt Resourches (Martabe)," ungkap Walhi Sumut dikutip senator dari akun instagramya, Sabtu, 29 November.

Walhi menyebut adanya foto dari satelit terkait pembukaan hutan di areal harangan Tapanuli tepatnya di kecamatan Batang Toru, Tapanuli Selatan yang sangat masif.

"Padahal di lokasi hutan tersebut kaya dengan nilai konservasi tinggi dan menjadi benteng alam jika hujan terjadi," ungkap Walhi.

Pihak Walhi juga menyebut, pemerintah dan masyarakat harus cermat melihat segala bentuk industri berbagai sektor yang mengeksplorasi alam. Salah satunya  kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) yang akurat dan cermat.

"Saatnya hentikan keserakahan yang mengorbankan keselamatan warga dan keberlanjutan ekosistem. Izin berdirinya tambang emas PT Agincourt Resourches harus segera di cek dan dievaluasi. Tidak ada ruang ruang bagi investasi jika masyarakat dan lingkungan menjadi korban," kata Walhi.