KKP Tangkap Dua Kapal Ikan Asing Berbendera Malaysia, Selamatkan Potensi Kerugian Rp19,9 Miliar
Logo dan Gedung KPK (Ist)

JAKARTA – Pernyataan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penetapan tersangka dalam kasus korupsi tentu melalui kontruksi hukum. Pemberian rehabilitasi kepada ketiga terduga pelaku korupsi terkait PT ASDP ini dinilai telah melukai keadilan. Pasalnya, bagaimana dengan nasib uang negara yang nilainya cukup besar?

Surat rehabilitasi itu tiba di KPK pada Jumat pagi, 28 November 2025, dan langsung ditindaklanjuti dengan proses administratif pembebasan dari Rutan KPK Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan.

“Surat sudah diterima, kami segera proses,” kata Jubir KPK Budi Prasetyo ketika dihubungi, Jumat (28/11/2025).

Ira Puspadewi sendiri divonis 4,5 tahun penjara dalam perkara akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP. Vonis ini ramai disorot publik.

Selain Ira, Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP 2019-2024 M Yusuf Hadi serta Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP periode 2020-2024 Harry Muhammad Adhi Caksono masing-masing dijatuhi pidana 4 tahun penjara. Kini Prabowo memberikan rehabilitasi terhadap ketiganya.

Menurut hakim, para terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp1,25 triliun dalam Kerja Sama Usaha (KSU) dan akuisisi PT JN oleh PT ASDP tahun 2019-2022.

Perkara dengan nomor: 68/Pid.Sus-TPK/PN.Jkt.Pst ini diperiksa dan diadili oleh ketua majelis Sunoto dengan hakim anggota Nur Sari Baktiana dan Mardiantos. Putusan tersebut tidak bulat alias diwarnai oleh perbedaan pendapat atau dissenting opinion Sunoto.

Berdasarkan penelusuran senator, PT JN tidak memperoleh net cash flow sebagaimana diproyeksikan dan ada beberapa perbedaan dari proyeksi konsultan. Dan terakhir adanya dugaan Pengkondisian dalam Proses Penilaian Valuasi.

Berikut temuan KPK dan hasil penyidikan kasus ini berdasarkan rangkaian proses penyelidikan dan audit investigatif. Dalam kasus ASDP yang telah diputuskan majelis hakim dan dibebaskan Presiden Prabowo melalui hak rehabilitasi;

Perkara Akuisisi ASDP – PT Jembatan Nusantara

1. Ketergantungan Finansial PT JN Pasca Akuisisi

Setelah akuisisi dilakukan, PT JN tidak memperoleh net cash flow sebagaimana diproyeksikan.
Sebaliknya, perusahaan justru bergantung pada suntikan dana dari PT ASDP untuk menutup utang dan operasional.

2. Berbeda dari Proyeksi Konsultan

Kondisi keuangan faktual PT JN bertolak belakang dengan hasil due diligence konsultan, yang semula menggambarkan valuasi perusahaan bernilai tinggi.

3. Adanya Pengkondisian dalam Proses Penilaian Valuasi

KPK menemukan indikasi pengondisian pada proses valuasi PT JN, baik dalam pendekatan pendapatan maupun aset.

4. Rekalkulasi Ulang oleh KPK Menunjukkan Nilai Negatif

KPK melakukan penghitungan ulang menggunakan dua metode:
Discounted Cash Flow (DCF): nilai saham PT JN minus Rp383 miliar
Net Asset Value: nilai saham PT JN minus Rp96,3 miliar
Temuan ini menjadi dasar penghitungan kerugian negara.

5. Penyimpangan Tata Kelola Akuisisi

KPK menemukan beberapa pelanggaran prinsip kehati-hatian dan good corporate governance, di antaranya:

Dokumen strategis dimanipulasi untuk memperlancar akuisisi
Rekomendasi manajemen risiko diabaikan
Dokumen akuisisi dibuat dengan tanggal mundur (backdated)

6. Akuisisi Tidak Layak Secara Bisnis

Berdasarkan rekalkulasi data aktual, akuisisi dinilai tidak feasible:

Internal Rate of Return (IRR): 4,99%
WACC: 11,11%

Perbedaan ini menunjukkan investasi justru merugikan dan berpotensi memperbesar kerugian di masa depan. KPK menyatakan perbuatan melawan hukum yang disangkakan kepada IP (Ira Puspadewi). Berikut catatan KPK atas sejumlah tindakan IP yang dinilai melanggar hukum,, di antaranya;

  1. Mengubah ketentuan dasar PT ASDP untuk memenuhi syarat kerja sama usaha (KSU) dengan PT JN, lalu mengubah kembali setelah proses dimulai.
  2. Mengubah RKAP dari rencana pembangunan kapal menjadi akuisisi perusahaan pelayaran.
  3. Tidak menyusun feasibility study yang memadai.
  4. Mengabaikan penilaian risiko meski akuisisi berisiko tinggi.
  5. Mengondisikan nilai akuisisi bersama beneficial owner PT JN dan meminta konsultan menyesuaikan hasil valuasi.
  6. Memberikan data tidak akurat kepada konsultan, termasuk status kapal yang sebenarnya tidak beroperasi.
  7. Tidak mempertimbangkan utang PT JN, kondisi kapal, biaya perbaikan, serta utang pajak.
  8. Memaksakan akuisisi meski kondisi finansial PT ASDP tidak memungkinkan sehingga harus berutang ke bank.