JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto diharapkan ke depannya untuk tidak mudah keluarkan pernyataan rehabilitasi untuk calon terdakwa kasus hukum. Meskipun atas tekanan publik. Salah satunya rehabilitasi ke direksi ASDP yang sudah mendapatkan vonis dari pengadilan.
Demikian hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Center for Budget Analisis (CBA) Uchok Sky kepada wartawan, Kamis, 27 November.
Uchok mengatakan seharusnya presiden melakukan evaluasi secara menyeluruh dan mendengar masukan dari semua bawahannya yang terdiri dari auditor negara seperti BPK, Bpkp dan intelijen negara. Dia menambahkan jangan hanya karena tekanan publik semata dan ingin mendapatkan citra yang baik dari publik.
“Harus mengevaluasi dan menyelidiki secara gabungan bawahannya baik masukan dari auditor negara seperti BPK, Bpkp dan Intelijen Negara,” ucap Uchok Sk.
Putusan Presiden Prabowo Subianto memberikan hak rehabilitasi kepada tiga mantan direksi ASDP dalam kasus korupsi terkait akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN), yaitu Ira Puspadewi (mantan Direktur Utama), Muhammad Yusuf Hadi (mantan Direktur Komersial dan Pelayanan) dan Harry Muhammad Adhi Caksono (mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan).
Diketahui, Presiden Prabowo Subianto memberikan rehabilitasi kepada eks Dirut ASDP Ira Puspadewi. Surat sudah diteken Prabowo. Penegasan ini disampaikan Ketua Umum Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad.
“Alhamdulillah, pada hari ini Presiden Republik Indonesia Bapak Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi terhadap tiga nama tersebut,” kata Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad dalam konferensi pers di Istana, Selasa (25/11)
Rehabilitasi diawali dari aspirasi masyarakat kepada DPR. DPR melalui Komisi Hukum melakukan kajian terhadap perkara yang menjerat Ira Puspadewi.
“Menerima berbagai aspirasi dari berbagai kelompok masyarakat, kami kemudian meminta kepada Komisi Hukum untuk melakukan kajian terhadap perkara,” kata Dasco.
“Hasil kajian hukum itu kemudian kami sampaikan kepada pihak pemerintah terhadap perkara,” imbuh dia.
Pemberian rehabilitasi ini didasarkan pada aspirasi masyarakat melalui DPR dan pertimbangan Mahkamah Agung, yang menilai adanya kekeliruan atau ketidakadilan dalam proses peradilan sebelumnya, meskipun telah ada putusan hakim di tingkat pengadilan negeri.
Secara umum, rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapatkan pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya yang diberikan karena ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan.