KKP Tangkap Dua Kapal Ikan Asing Berbendera Malaysia, Selamatkan Potensi Kerugian Rp19,9 Miliar
Masyarakat Pemajuan Iptek dan Inovasi (MPI) Nasional saat bertemu dengan Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. (Bagian Pemberitaan dan Media DPD RI)

Wowsiap.com - Kemunduran ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia dinilai mengalami kemunduran, setelah beberapa lembaga penelitian dilebur ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Peleburan itu berdasar Undang-undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek).

“Integrasi tersebut bukan membuat kemajuan, tetapi malah kemunduran bahkan merusak ekosistem iptek dan inovasi yang telah dibangun sejak lama,” kata mantan Kepala LIPI Lukman Hakim saat bertemu dengan Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti di Ruang Kerja Ketua DPD RI, Senayan Jakarta, Rabu (29/6).

Lukman tergabung dalam Masyarakat Pemajuan Iptek dan Inovasi (MPI) Nasional. Yang terdiri dari para peneliti, akademisi, ASN maupun PPNPN lembaga Iptek. Mereka menyampaikan uneg-unegnya terkait kondisi ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia.

“BRIN merombak seluruh tatanan lembaga Iptek yang ada. Pada prosesnya, keberadaan BRIN malah membuat para peneliti dihadapkan pada masa depan yang tidak pasti. Dalam riset saja seperti memulai dari nol setelah dilebur dalam BRIN,” ujarnya.

Padahal, sudah banyak pekerjaan dari para peneliti yang sudah berjalan dan sebenarnya bisa dilanjutkan. Belum lagi adanya pemisahan antara peralatan dan perisetnya.

“Hal ini membuat peneliti tidak mempunyai alat, padahal alat ini adalah milik negara. Menurut kami ada semacam swastanisasi alat. Dimana periset atau peneliti dipisahkan dengan alat risetnya,” tandasnya.

Swasta
Kalaupun mau melakukan riset, sangat kesulitan karena alatnya dipegang oleh operator swasta. Sehingga, kondisinya sangat memprihatinkan. Sedangkan Kepala LBM Eijkman Amin Soebandrio mengatakan, pada tahun 2021 LBM Eijkman dihentikan operasionalnya.

“Padahal di masa pandemi menjadi ujung tombak, mulai diagnosis dan pengembangan vaksin. Akibatnya, vaksin merah putih yang sudah kita kembangkan terhenti. Para peneliti sangat prihatin karena tidak bisa lagi berperan untuk mendukung penelitian di Indonesia,” tegasnya.

Padahal, mereka punya fasilitas dan peralatan yang sebenarnya bisa dioptimalkan. Ditambahkan, membangun ekosistem iptek diperlukan waktu lama. Harus berkelanjutan dan kontinyu, tidak bisa dalam jangka pendek.

“Ekosistem yang sudah terbentuk seharusnya jangan dirusak oleh kepentingan politik. Menurut kami, kepemimpinan BRIN arogan. Banyak UU yang dilanggar seperti UU Ketenaganukliran, UU Keantariksaan dan lain-lain,” ungkapnya.

Selain itu, tidak ada penerimaan dari masyarakat iptek. Keberlangsungannya bagaimana, karena membangun ekosistem Iptek itu dalam jangka panjang.

“BRIN ini seperti mengejar jurnal. Mereka menghindari penciptaan produk. Padahal tugas yang diberikan Presiden adalah berburu inovasi dan hilirisasi produk. Artinya mereka sebenarnya tak sejalan dengan perintah Presiden,” imbuhnya.

Menanggapi keluhan itu Ketua DPD RI mengaku akan melakukan telaah dan mengkaji permasalahan tersebut. “Kemungkinan kami juga akan mengundang BRIN untuk mengetahui dan mendengar kondisi iptek ini dari mereka,” tukasnya.