
Wowsiap.com - Komisioner KPU 2012-2017 Hadar Nafis Gumay mengatakan, Pemilu Serentak membuat penyelenggaraan pemilu tidak sederhana dan menjadi begitu besar. Karena ada pemilu di tingkat pusat (DPR), di tingkat provinsi dan kabupaten/kota (DPRD), Anggota DPD RI, serta Pilpres.
“Ini membuat pemilihan itu menjadi sangat besar seperti tampak jelas di penyelenggaraan Pemilu Serentak pertama kali di 2019,” katanya dalam Gelora Talks bertema Menakar Pileg dan Pilpres 2024 Digelar Terpisah (Kembali): Mungkinkah, Rabu (8/6) sore.
Dikatakan, sistem pemilihan di Indonesia sangat rumit. Dimana penggabungan bukanlah pekerjaan mudah, punya tantangan yang sangat besar. Penggabungan Pemilu tidak perlu dipertahankan.
“Hal itu karena tidak cocok dengan situasi sosial budaya politik Indonesia yang sangat beragam. Selain itu juga soal beban kerja yang sangat berat,” ujarnya.
Pemilu Serentak 2019 lalu justru mengungkapkan sebuah fakta adanya kesalahan dan ketidaksahan suara yang tercoblos sangat tinggai. Yakni mencapai 11 persen atau sekitar 17 jutaan.
“Kesalahan tersebut akibat publik lebih merespon Pilpres ketimbang Pileg. Penyelenggara Pemilu sendiri juga tidak terlalu menyadari itu dengan memberi ruang-ruang lebih untuk Pilpres ketimbang Pileg. Yang menonjol yang tereskpos di masyarakat adalah Pilpres, sehingga Pileg terlupakan," tandasnya.
Selain itu, pengadaan logistik Pemilu juga menjadi tidak mudah karena memiliki batas waktu dan mesti diadakan dalam masa berkampanye. Padahal pengadaan logistik untuk Pileg membutukan waktu yang lebih panjang dibandingkan Pilpres.
“Karena itu, Pileg jauh lebih rumit dibandingkan Pilplres, maka sebaiknya dipisah, tidak digabungkan. Pilpres bisa digelar dua bulan setelah Pileg, ini pengalaman kita dulu," terangnya.
Dia juga mengatakan, pelaksanaan Pemilu Serentak saat ini tidak mencerminkan sistem presidensil yang mendapatkan dukungan kuat dari legislatif. Sebaliknya, situasi sekarang menjadi anomali dan kontra produktif di publik dan ketatanegaraan.