KKP Tangkap Dua Kapal Ikan Asing Berbendera Malaysia, Selamatkan Potensi Kerugian Rp19,9 Miliar
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Mulyanto. (Biro Pemberitaan DPR RI)

Wowsiap.comPembatalan kebijakan ekspor crude palm oil dan turunannya yang baru berumur tiga minggu, sudah bisa diperkirakan. Kebijakan yang belum menghasilkan dampak berarti tersebut, juga sudah bisa diperkirakan. 

“Dari kasus ini, masyarakat semakin paham betapa lobi-lobi pengusaha minyak goreng sangat kuat. Jadi wajar kalau dikatakan, bahwa dalam adu kuat kebijakan ini, pemerintah takluk terhadap mafia minyak goreng,” kata Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Mulyanto di Jakarta, Jumat (20/5)

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo pada Kamis (19/5) membuka kembali izin ekspor produk minyak sawit, minyak goreng dan CPO. Adapun alasan pembukaan kembali larangan ekspor produk minyak sawit - termasuk minyak goreng dan CPO - karena pasokan minyak goreng terus bertambah di lapangan.

Selain itu, terjadi penurunan harga minyak goreng rata-rata nasional. Termasuk juga berdasarkan kondisi pasokan dan harga migor saat ini.

“Serta mempertimbangkan adanya 17 juta orang tenaga di industri sawit petani dan pekerja dan tenaga pendukung lainnya, maka saya memutuskan ekspor minyak goreng akan dibuka kembali pada Senin (23/5),” ujar presiden dalam pernyataan resminya.

Mulyanto mengaku tidak terkejut dengan sikap plin-plan pemerintah itu. Terlebih, kebijakan yang mencla-mencle seperti ini sudah sering diambil pemerintah.

“Sehingga tidak heran kalau penilaian masyarakat akan semakin negatif dengan kinerja presiden. Dia menambahkan, sejak awal dirinya tidak yakin presiden akan mampu mempertahankan kebijakan larangan ekspor CPO dan turunannya,” tandasnya.

Reaktif
Sebab menurutnya, kebijakan itu diambil secara reaktif, grasa-grusu, tidak prudent dan jauh dari pendekatan research based policy. Memang terkesan gagah dan berani menghadapi mafia.

“Namun ujung-unjungnya mengkerut dan menjilat ludah sendiri. Padahal, setiap kebijakan mestilah ada sisi trade-off-nya,” tegasnya.

Dalam kasus minyak goreng adalah antara sisi produsen—petani sawit—konsumen.  Seharusnya ada mitigasi resiko dan pemberian insentif bagi yang terdampak.

“Sampai Kamis (19/5) pukul 18.00 WIB, data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional menunjukkan bahwa harga minyak goreng curah masih bertengger di angka Rp 19.100 per kg.  Masih jauh di atas HET yang sebesar Rp 15.500 per kg,” tuturnya. 

Padahal janjinya, kebijakan akan dievaluasi kalau harga minyak goreng curah sudah sesuai dengan HET di seluruh wilayah Indonesia. “Pemerintah kembali ingkar janji dan produsen minyak goreng akan senang,” sesalnya.

“Karena CPO yang selama ini dibeli dengan harga murah dan disimpan dalam tangki-tangki mereka, dapat diekspor kembali. Keuntungannya jelas tidak sedikit,” tukasnya.