KKP Tangkap Dua Kapal Ikan Asing Berbendera Malaysia, Selamatkan Potensi Kerugian Rp19,9 Miliar
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. (Bagian Pemberitaan dan Media DPD RI)

Wowsiap.com Keberadaan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, bisa menyebabkan pelaksanaan Pemilihan Presiden 2024 gagal dilaksanakan. Dimana Pasal 222 mengatur adanya ambang batas pencalonan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (presidential threshold), yang dapat diusung partai politik,” ujarnya.

“Dalam Pasal 222 disebutkan, parpol atau gabungan parpol yang dapat mengusung pasangan capres dan cawapres, harus memiliki paling sedikit 20 persen kursi di DPR RI. Syarat lainnya adalah memiliki 25 persen perolehan suara nasional yang sah,” kata Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti di Madinah, Arab Saudi, Kamis (12/5).  

Dan dalam Pasal 222 tersebut, basis perolehan kursi atau suara nasional tersebut didasarkan pada basis suara pada pemilu sebelumnya. Atau suara lima tahun sebelumnya.

“Sehingga dalam Pilpres 2019 lalu, basis suara yang digunakan adalah basis suara Pemilu Legislatif tahun 2014. Sedangkan pada Pilpres 2024 mendatang, basis suara yang digunakan adalah basis suara Pemilu Legislatif 2019 lalu,” ujarnya. 

Pasal tersebut menurutnya sungguh kacau. Selain tidak derifatif (tidak ada cantolannya) di Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, juga menyebabkan persoalan-persoalan serius kebangsaan.

“Bahkan, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tersebut - hanya gara-gara adanya Pasal 222 - bisa menyebabkan negara ini lumpuh atau mengalami persoalan serius dalam sistem tata negara. Karena melalui Pasal 222 tersebut, pilpres bisa gagal dilaksanakan,” tandasnya.

Sehingga, negara akan berada dalam situasi stuck atau mengalami kebuntuan. Hal itu tentu sangat serius. 

“Karena, bisa jadi pilpres tidak dapat dilaksanakan bila gabungan parpol yang mengusung pasangan capres dan cawapres, mencapai jumlah kursi DPR 80,1 persen atau 75,1 persen suara sah secara nasional,” tegasnya.

Memenuhi Syarat
Sehingga hanya akan ada satu pasangan capres dan cawapres yang memenuhi syarat untuk mendaftar. Karena jumlah kursi yang tersisa hanya 19,9 persen, atau suara sah secara nasional tersisah 24,9 persen.

“Sedangkan syarat untuk mengusung calon minimal 20 persen kursi atau 25 perses suara sah nasional.   Sedangkan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu hanya mengantisipasi apabila salah satu dari dua pasangan capres dan cawapres berhalangan tetap,” ucapnya. 

Bila ada salah satu yang berhalangan tetap, barulah pilpres dilaksanakan dengan mekanisme pasangan capres dan cawapres melawan kotak kosong. Faktanya, kata dia, hari ini komposisi partai politik pendukung pemerintah di DPR RI telah mencapai jumlah 82 persen.

“Sehingga hanya menyisakan dua parpol yang total jumlah kursinya hanya 18 persen. Ini fakta yang bisa terjadi, bila kesepakatan ini terus berlangsung dan ada yang mempertahankan,” tuturnya. 
 
Artinya, terbuka peluang terjadinya sistem tata negara menjadi stuck dan macet. Dan ratusan juta rakyat pemilih, bisa seketika kehilangan hak pilih dalam pilpres karena kebuntuan ini.

“Dan pilpres bisa tidak dapat dilaksanakan.  Sehingga dapat didalilkan bahwa jalan keluar yang bisa dilakukan hanyalah melakukan operasi penundaan pilpres,” tukasnya.